BERITAU.ID, Pekalongan -Seorang terdakwa kasus penggelapan kain mori dan sarung batik bernama Umar Jamal Maretan lolos dari jerat hukum.
Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Pekalongan membebaskannya dari segala tuntutan pidana dengan alasan perbuatannya termasuk dalam ranah perdata.
Keputusan ini sontak menuai protes keras dari puluhan massa yang terdiri dari buruh batik dan organisasi masyarakat. Mereka merasa diperlakukan tidak adil dan tidak sesuai dengan fakta persidangan.
Mereka mendesak agar kasus ini ditinjau kembali oleh Mahkamah Agung.
Massa yang mengatasnamakan diri sebagai korban penipuan terdakwa menggelar aksi unjuk rasa di depan PN Pekalongan pada Jum’at (23/2/2024).
Mereka membawa spanduk dan poster yang bertuliskan “Tolak Putusan Bebas Terdakwa Penggelapan Kain Batik”, “Hakim Tidak Adil”, “Kasus Ini Bukan Perdata Tapi Pidana”, dan sebagainya.
Salah seorang korban, Nabil Mubarak (40), mengungkapkan kekecewaannya atas putusan hakim. Ia mengatakan bahwa Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah menuntut terdakwa dengan hukuman tiga tahun enam bulan penjara.
Namun, hakim malah memutuskan sebaliknya.
“Padahal, Pasal 372 tentang penggelapan dan Pasal 378 tentang penipuan sudah jelas itu pidana. Tapi, rupanya hakim lebih berkeyakinan perbuatan terdakwa masuk perkara perdata,” kata Nabil.
Nabil menjelaskan bahwa terdakwa memiliki modus operandi yang licik dalam menjalankan aksi penipuannya.
Terdakwa mengambil kain mori atau rayon dan juga sarung batik dari sejumlah pengusaha dengan nilai total hampir tujuh miliar rupiah.
Kemudian, terdakwa menjual barang-barang itu dengan harga murah kepada pembeli yang sudah disiapkan sebelumnya.
“Kami antarkan barangnya ke pembeli, namun uangnya dia yang terima. Modusnya mencari uang cash,” ungkap Nabil.
Nabil mengaku dari sembilan nota pengambilan barang hanya empat nota yang dibayar, sisanya tidak bisa tertagih. Korban lainnya juga mengalami hal yang sama.
Bahkan, terdakwa pernah mengakui perbuatannya dan bersedia membayar saat mediasi di kepolisian, namun janjinya tidak ditepati.
“Dengan dibebaskannya terdakwa dari segala tuntutan, ini akan menjadi contoh buruk penegakan hukum di Indonesia. Untuk itu, kami merasa tidak puas dan akan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung,” tegas Nabil.
Sementara itu, Wakil Ketua PN Pekalongan, Agus Maksum Mulyo Hadi, membenarkan bahwa hakim telah memutuskan perkara tersebut merupakan perbuatan perdata, namun belum berkekuatan hukum tetap.
Ia juga mempersilakan kepada yang merasa keberatan atas putusan tersebut untuk mengikuti prosesnya di kasasi.
“Jadi, perkara ini sedang dalam proses kasasi. JPU sudah menyatakan kasasi. Tinggal nanti setelah semuanya lengkap akan segera dikirimkan ke Mahkamah Agung,” ucap Agus.
Di sisi lain, Ketua LSM Robin Hood 23 Muhammad Arif yang mendampingi para korban penggelapan dan penipuan menambahkan akan terus melakukan pengawalan.
Ia berharap agar kasus ini bisa mendapatkan keadilan di tingkat kasasi.
“Kami akan terus kawal kasusnya hingga keadilan berpihak kepada para korban,” pungkas Arif. (Won)