BERITAU.ID, Jakarta – Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) baru-baru ini memberikan dasar hukum yang lebih kuat untuk menegakkan netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN), TNI, dan Polri dalam Pilkada 2024.
Menurut pengamat politik dan pendiri lembaga survei KedaiKOPI, Hendri Satrio, keputusan ini bukan hanya bersifat normatif, tetapi memiliki konsekuensi hukum yang nyata.
“ASN, pejabat daerah, bahkan aparat TNI/Polri yang melanggar netralitas dapat dipidana hingga enam bulan penjara atau dikenai denda maksimal Rp6 juta. Ini bukan gertak sambal,” ujar Hendri pada Jumat, (22/11/2024).
Namun, Hendri menekankan bahwa efektivitas aturan ini bergantung pada komitmen pimpinan instansi terkait. “Aturannya jelas, tetapi apakah pimpinan mau menindak bawahannya yang melanggar? Itu yang menjadi tantangan,” katanya.
Ia juga mengingatkan pentingnya integritas pimpinan agar tidak menjadi pelaku pelanggaran netralitas.
“Kalau justru atasannya yang melanggar, apakah bawahan berani melaporkan? Ini masalah yang sering terjadi,” tambahnya.
Keputusan MK ini dinilai memperkuat asas jujur dan adil (jurdil) dalam Pilkada, sekaligus memberikan masyarakat landasan hukum untuk menuntut pertanggungjawaban.
“Minimal aturannya sudah ada. Tanpa aturan ini, sulit bagi masyarakat untuk memprotes pelanggaran,” jelas Hendri.
Di tingkat daerah, Pemerintah Kabupaten Batang, Jawa Tengah, mengambil langkah konkret untuk memastikan netralitas ASN selama Pilkada.
Dalam apel yang digelar Senin, 18 November 2024, Penjabat (Pj) Bupati Batang, Lani Dwi Rejeki, memimpin pembacaan ikrar netralitas ASN yang diikuti seluruh peserta apel.
“Ikrar ini bukan sekadar formalitas. Pegawai harus menunjukkan netralitas dalam setiap tindakan dan keputusan mereka,” tegas Lani.
Ia juga mengungkapkan bahwa sudah ada ASN yang mendapatkan teguran pertama karena indikasi pelanggaran. Teguran tersebut, menurutnya, adalah bentuk pembinaan agar pelanggaran tidak berlanjut.
Lani menambahkan bahwa ASN tetap memiliki hak pilih, tetapi tidak boleh menunjukkan preferensi politik secara terbuka. “Hak pilih itu sifatnya pribadi. Jangan memengaruhi orang lain atau ikut kampanye,” ujarnya.
Sebagai langkah pencegahan, Pemkab Batang menginstruksikan kepala dinas dan camat untuk memantau stafnya dengan ketat. Selain itu, sosialisasi tentang aturan netralitas ASN terus dilakukan agar pegawai memahami batasan selama tahapan Pilkada.
Hendri Satrio mengapresiasi langkah-langkah tegas seperti yang dilakukan Pemkab Batang. Ia berharap daerah lain dapat mencontoh langkah tersebut untuk memastikan netralitas ASN di seluruh Indonesia.
“Tapi yang terpenting, pengawasan tidak boleh hanya di tingkat bawah. Keteladanan dari pimpinan adalah kunci keberhasilan,” tutupnya. (lim)