BERITAU.ID, PEKALONGAN – Angka kasus HIV/AIDS di Kota Pekalongan mengalami peningkatan yang signifikan pada tahun 2023, dengan 152 kasus baru tercatat. Fenomena ini menjadi perhatian serius bagi masyarakat dan pihak terkait, mengingat tingginya angka penularan penyakit tersebut.
Menurut Kepala Dinas Kesehatan Kota Pekalongan, Slamet Budiyanto, peningkatan kasus HIV/AIDS selama tahun 2023 menandakan kebutuhan akan kesadaran dan langkah-langkah pencegahan yang lebih kuat dari masyarakat.
Dia menekankan bahwa penting bagi individu untuk menjaga perilaku hidup sehat dan menghindari prilaku berisiko, seperti bergonta-ganti pasangan seksual.
Opik Taufik, seorang Epidemiolog Kesehatan Muda yang bertugas di Kota Pekalongan, menggambarkan situasi ini sebagai fenomena gunung es.
“Pada tahun 2021 ada 112 kasus baru, tahun 2022 ditemukan 120 kasus baru, sedangkan tahun 2023 ada 152 kasus baru. Ini bagaikan fenomena gunung es,” ungkap Opik.
Salah satu fokus dari upaya pencegahan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Pekalongan adalah melakukan skrining terhadap perilaku masyarakat yang berisiko terkena HIV/AIDS.
Dari hasil skrining, ditemukan bahwa sebagian besar kasus baru berasal dari aktivitas seksual yang tidak aman.
“Dari kasus yang ditemukan, 90% penularannya melalui hubungan seks, baik itu antara laki-laki dengan perempuan maupun laki-laki dengan laki-laki,” jelas Opik. Bahkan, terdapat lonjakan signifikan pada kasus yang berasal dari hubungan seks laki-laki dengan laki-laki.
Selain itu, Opik juga menyampaikan bahwa kasus HIV/AIDS tidak memandang status sosial atau profesi seseorang. Dari kasus yang tercatat, terdapat orang dengan HIV/AIDS (ODHA) dari berbagai kalangan, termasuk ibu rumah tangga, pengusaha, wiraswasta, dan ASN.
Untuk menangani kasus-kasus HIV/AIDS, pihak Dinas Kesehatan Kota Pekalongan telah menyiapkan layanan di berbagai fasilitas kesehatan. Sebanyak 14 puskesmas dan 8 rumah sakit di Kota Pekalongan siap melayani pengobatan bagi ODHA.
“Kami berupaya terus mengupdate kapasitas tenaga kesehatan melalui workshop farmasi, perawat, bidan, dan sebagainya,” tambah Opik.
Selain upaya penanganan kasus, pihak terkait juga aktif melakukan sosialisasi dan survei terhadap masyarakat.
Survei Terpadu Biologis dan Perilaku (STBP) dilakukan untuk mendeteksi kasus-kasus baru, dengan hasil yang menunjukkan adanya kasus positif HIV/AIDS di tengah masyarakat.
Meskipun demikian, upaya pencegahan dan penyuluhan tidak hanya menjadi tanggung jawab pihak kesehatan. Setiap individu juga memiliki peran penting dalam memutus mata rantai penularan penyakit ini.
Kesadaran akan pentingnya perilaku hidup sehat, penggunaan kondom saat berhubungan seks, dan pengurangan perilaku berisiko merupakan langkah-langkah konkret yang dapat dilakukan untuk melindungi diri sendiri dan orang lain dari HIV/AIDS.
Dengan situasi yang semakin mengkhawatirkan, kerjasama antara pemerintah, lembaga kesehatan, dan masyarakat menjadi kunci dalam menghadapi tantangan ini. Peningkatan kesadaran, pencegahan, dan akses terhadap layanan kesehatan menjadi langkah-langkah penting dalam memerangi penyebaran HIV/AIDS di Kota Pekalongan.